Sabtu, 05 Juli 2014

Menggoreng Daging Bebas Liat

Lama gak menulis akhirnya kepikiran ide baru lagi.

Kesel gak kalo misalnya dikasih makanan yang liat? Bukannya gak bersyukur sih dengan makanan yang ada, melainkan kalo makanan liat itu merepotkan siapapun yang memakannya. Apalagi kalo orang yang makan itu giginya ompong, sudah tua, sedang mengalami sakit gigi, dan balita yang sedang belajar makan makanan sendiri. Kasihan juga mereka. Sudah mengalami masalah untuk mengunyah, eh dikasih makanan liat pula -,-

Makanan liat biasa identik dengan daging. Daging yang pada umumnya memiliki tekstur berserat dapat menjadi liat jika kita tidak tahu cara memasaknya. Kebanyakan orang lebih suka makanan yang digoreng. Nah, ane mo kasih trik menggoreng daging bebas liat. Trik ini berdasarkan hasil eksperimen ane sih.

Kenali dulu jenis dagingnya

Pepatah "Tak kenal maka tak sayang" berlaku pula dalam memasak. Minimal tahu bagaimana cara membedakan mana daging merah dan daging putih.

Daging merah adalah daging berwarna merah. Anak TK juga tahu kalo itu mah. Bahasa singkatnya, daging merah itu berwarna merah. Ya iyalah, masa warna ungu. Biasanya daging merah diperoleh dari hewan-hewan bertubuh besar, seperti sapi, kambing, dan kerbau. Beberapa jenis ikan pun memiliki daging berwarna merah. Itulah penjelasan singkatnya. Toh ane bukan pakar kuliner jadi tahunya cuman segitu :p

Berbeda dengan daging merah, daging putih berwarna putih. Biasanya ditemui pada hewan-hewan bertubuh kecil, seperti ayam, ikan, dan kalkun. Lho, perasaan sama saja deh kalo masih mentah. Gimana cara bedainnya? Tadi 'kan udah dikasih contoh. Masih belum ngerti? Ane kasih contoh yang lebih jelasnya lagi deh.

Coba deh bikin steik dari daging ayam dan sapi dengan tingkat kematangan yang sama. Daging sapi ketika dibuat steik, setelah matang warnanya agak kemerahan. Berbeda dengan daging sapi, daging ayam setelah matang akan berubah warna menjadi putih. Itulah yang menjadi salah satu dasar penggolongan jenis daging. Sudah ngerti toh? Alhamdulillah.

Pengaturan suhu kompor

Kalo mo bisa masak, ente musti berani memainkan api. Itulah yang ane dapat saat menonton salah satu episode drama Korea, Pasta. Perkataan itu memang benar. Pengaturan suhu yang tepat akan menghasilkan hidangan dengan hasil yang maksimal. Ane memang belum semahir Emak ane dalam memainkan kompor. Tapi belajar dikit-dikit lah.

Kenapa pada bagian sebelumnya ane menjabarkan *ceile, emang Aljabar?* perbedaan jenis daging? Beda jenis daging beda juga penanganannya. Beda juga suhu yang diperlukan untuk mematangkan daging tersebut. Daging putih lebih cepat matang dari daging merah saat dimasak. Terlebih lagi kalo yang dimasak adalah hewan-hewan laut. Daging hewan laut lebih sensitif terhadap suhu dibandingkan dengan daging hewan darat.

Ane kasih contoh menggoreng cumi. Siapa sih yang gak seneng ama cumi? Baik anak-anak maupun orang dewasa menyukainya. Biasanya ane menggunakan api sedang untuk menggoreng cumi. Trik agar tidak liat adalah jangan sering dibalik. Jika sudah kuning keemasan sebaiknya langsung angkat. Kenapa? Ane pernah lihat acara masak di salah satu stasiun televisi swasta, jika membalik cumi terlalu sering akan membuat daging cepat liat. Hal itu berlaku pula untuk menggoreng jenis hewan moluska (gurita, balakutak, dll) atau krustasea seperti udang.

Jangan terlalu lama di-ungkep

Ini dia dosa yang sering dilakukan orang-orang ketika meng-ungkep daging. Mulai dari anak kos hingga pedagang ayam goreng di pinggir jalan.

Kenapa? Kalo digoreng dengan kematangan kuning kecoklatan akan menjadi liat. Sebenarnya teknik ungkep itu untuk mengurangi waktu penggorengan dan efisiensi waktu agar lebih praktis. Jika sudah terlanjur lama diungkep, goreng sebentar saja. Toh dasarnya dengan diungkep daging sudah setengah matang.

Diamkan sejenak sebelum dihidangkan

Teknik ini ane keinspirasi dari teknik membuat steik. Ternyata sunah Rasul bener juga. Gak boleh makan dalam kondisi panas banget bisa dijelaskan secara ilmiah. Selain dapat merusak gigi dan lidah, ternyata kondisi itu dapat mematangkan makanan lebih sempurna. Subhanallah.

Saat makanan baru diangkat dari penggorengan, terdapat sisa panas yang tersimpan dalam makanan. Panas itulah yang membantu pematangan makanan. Kalo diibaratkan buah, panas pada makanan itu semacam karbitnya.

Masalahnya adalah mencari waktu yang tepat untuk mengangkat daging dari penggorengan setelah berwarna kuning keemasan. Ane melakukan eksperimen ini berkali-kali dan tidak semuanya berhasil. Ane menggunakan daging ayam yang sudah di-ungkep sebagai sampel. Dari 10 kali menggoreng untuk makan sahur dan buka, cuman berhasil 3 kali. Sisanya overcook atau bahasa Indonesianya adalah liat.

Secara keseluruhan, hasilnya pun terbilang memuaskan. Ane bahkan bisa tahu pertanda kapan daging harus diangkat dari penggorengan. Pertanda ini bersifat relatif tergantung dari pengaturan api, teknik memasak, dan tingkat kematangan yang diinginkan.
  • Angkat saat kuning keemasan. Tapi perhatikan pula warnanya, warna daging harus sedikit lebih muda dari tingkat kematangan normal. Hal ini berlaku untuk daging yang digoreng dalam kondisi mentah.
  • Perhatikan api yang digunakan saat menggoreng. Api besar membutuhkan waktu yang sangat cepat untuk mematangkan daging.
  • Tajamkan perasaan saat menggoreng. Hal ini berlaku untuk menggoreng daging mentah juga daging setengah matang. Waktu pengangkatan yang tepat akan menentukan apakah hasil akhir akan melenceng dari sasaran atau tidak. Agar kita mendapatkan waktu yang tepat, kita harus sering berlatih.
  • Pertanda bisa berubah jika menggoreng dengan balutan tepung. Berhati-hatilah saat menggoreng daging berbalut tepung seperti ayam goreng tepung, calamari, atau tempura. Kadang sering ditemui tepungnya sudah berwarna kuning keemasan, tetapi saat dimakan kondisi daging masih setengah matang.
Demikian sudah trik sederhana ala ane ini. Semoga bermanfaat :)



Tidak ada komentar: